Sifat-Sifat Yang Dimiliki Para Nabi Dan Rasul Beserta Artinya
Meskipun para nabi itu yakni insan biasa yang makan dan minum, sehat dan sakit, menikah dengan wanita, berjalan di pasar-pasar, mengalami banyak sekali hal yang lazim dialami oleh manusia, menyerupai lemah, tua, mati, dan sebagainya.
Mereka mempunyai keistimewaan dan mempunyai sifat-sifat luhur dan agung sesuai dengan kedudukannya. Sifat-sifat tersebut yakni sebagai berikut.
Artinya:
Mereka mempunyai keistimewaan dan mempunyai sifat-sifat luhur dan agung sesuai dengan kedudukannya. Sifat-sifat tersebut yakni sebagai berikut.
1. Ash-Shiddiq (benar, jujur)
Sifat ini merupakan kelaziman bagi seorang nabi, meskipun sifat ini harus dimiliki setiap orang. Namun, melihat kaitannya dengan kiprah dakwah para nabi, sifat ini merupakan sifat yang menempel pada mereka, bahkan merupakan sifat fitriyah mereka.
Oleh alasannya yakni itu, mustahil ada seorang nabi pun yang melaksanakan perbuatan yang sanggup menurunkan derajatnya, menyerupai berdusta, berkhianat, berbuat curang, makan harta orang lain secara batil, dan sifat-sifat tercela lainnya.
Sifat-sifat tercela menyerupai itu tidak layak terdapat pada orang biasa apalagi terhadap seorang nabi yang selalu erat dengan Allah atau dimiliki oleh seorang rasul yang sangat terhormat.
Oleh alasannya yakni itu, mustahil ada seorang nabi pun yang melaksanakan perbuatan yang sanggup menurunkan derajatnya, menyerupai berdusta, berkhianat, berbuat curang, makan harta orang lain secara batil, dan sifat-sifat tercela lainnya.
Sifat-sifat tercela menyerupai itu tidak layak terdapat pada orang biasa apalagi terhadap seorang nabi yang selalu erat dengan Allah atau dimiliki oleh seorang rasul yang sangat terhormat.
Seandainya para Nabi pernah berbuat dusta, pasti wahyu yang dibawanya tidak akan dipercayai oleh umatnya atau apapun yang dikatakannya tiba dari Allah SWT. tidak akan dipercayai oleh umat insan alasannya yakni insan pasti akan berasumsi bahwa semua itu hanya dari dirinya sendiri atau dari buah pikirannya sendiri. Sungguh mereka telah benar-benar dibersihkan Allah dari perbuatan dosa dan mengada-ada.
Dalam firman-Nya di bawah ini, Allah menjelaskan:
وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ ٱلْأَقَاوِيلِ (44) لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِٱلْيَمِينِ (45) ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ ٱلْوَتِينَ (46) فَمَا مِنكُم مِّنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَٰجِزِينَ (47) وَإِنَّهُۥ لَتَذْكِرَةٌ لِّلْمُتَّقِينَ (48
"Seandainya dia (Muhamad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, Niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali tidak ada seorang pun dari kau yang sanggup menghalangi (Kami) dari pemotongan urat nadi itu. Dan tolong-menolong Al-Qur'an itu benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa." (Q.S. Al-Haaqah: 44-48)
Al-Imam Asy-Syahid Sayid Quttub rahimahullah di dalam tafsirnya Fi Sdhilalil Qur'an, menyampaikan bahwa pada jadinya datanglah ancaman yang sangat keras bagi orang-orang yang mengada-adakan dusta atas nama Allah dalam bidang kepercayaan tanpa sedikit pun mengenal kompromi dan belas kasihan.
Ancaman ini memperlihatkan adanya satu ketetapan pasti yang tidak sanggup disangkal lagi, yang benar-benar sanggup mendapatkan amanah bahwa Rasulullah SAW. tiba memberikan risalah Allah SWT.
Andaikata ia suka mengada-adakan perkataan yang tidak diwahyukan kepadanya atas nama Allah, pasti Allah sudah menyiksa dan mmbnh ia sebagaimana yang tertera dalam ayat-ayat diatas. Namun alasannya yakni ancaman ini tidak terwujud pada diri beliau, hal ini memperlihatkan bahwa ia yakni orang yang benar.
Ancaman ini memperlihatkan adanya satu ketetapan pasti yang tidak sanggup disangkal lagi, yang benar-benar sanggup mendapatkan amanah bahwa Rasulullah SAW. tiba memberikan risalah Allah SWT.
Andaikata ia suka mengada-adakan perkataan yang tidak diwahyukan kepadanya atas nama Allah, pasti Allah sudah menyiksa dan mmbnh ia sebagaimana yang tertera dalam ayat-ayat diatas. Namun alasannya yakni ancaman ini tidak terwujud pada diri beliau, hal ini memperlihatkan bahwa ia yakni orang yang benar.
2. Al-Amanah (Dapat dipercaya)
Nabi yakni orang yang sanggup mendapatkan amanah dalam mengemban wahyu, memberikan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah kepada hamba-hamba-Nya, tanpa menambah atau mengurangi, tanpa mengubah atau mengganti, untuk merealisasikan firman Allah SWT.:
الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالَاتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلَا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلَّا اللَّهَ ۗ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ حَسِيبًا
Artinya:
"(yaitu) orang-orang yang memberikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada mencicipi takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan." (Q.S. Al-Ahzab: 39)
Para Nabi yakni orang yang sanggup mendapatkan amanah untuk mengemban wahyu dan memberikan perintah-perintah Allah sebagaimana halnya dikala diturunkan. Sehingga, mustahil mereka berkhianat atau menyembunyikan apa yang diperintahkan Allah kepada mereka.
Mereka benar-benar memahami bahwa khianat akan menghilangkan kepercayaan. Karena itu, patutkah seorang nabi mengkhianati amanat yang diberikan kepadanya, lantas ia memperlihatkan nasehat kepada umat dan tidak memberikan risalah?
Mereka benar-benar memahami bahwa khianat akan menghilangkan kepercayaan. Karena itu, patutkah seorang nabi mengkhianati amanat yang diberikan kepadanya, lantas ia memperlihatkan nasehat kepada umat dan tidak memberikan risalah?
Semua nabi yang mulia telah menunaikan kiprah yang dipikulkan ke pundaknya dengan sebaik-baiknya. Setiap nabi menyampaikan kepada kaumnya, firman Allah SWT.:
أُبَلِّغُكُمْ رِسَالَاتِ رَبِّي وَأَنَا لَكُمْ نَاصِحٌ أَمِينٌ
Artinya:
"Aku memberikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan saya hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu." (Q.S. At-Takwiir: 240)
Ayat ini membuktikan bahwa nabi Muhammad SAW. bukan merupakan orang yang pelit untuk memberikan wahyu dan keterangan perkara-perkara mistik dari Allah SWT. Seandainya para nabi itu tidak percaya, pasti risalah ini akan berubah dan insan pun tidak akan merasa damai mendapatkan wahyu yang diturunkan Allah. Aisyah r.a berkata, "Apabila Nabi Muhammad SAW. pernah menyembunyikan wahyu yang diturunkan kepadanya, pasti disembunyikanlah ayat ini:
...وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَاهُ...
Artinya:
"Sedang kau menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kau takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kau takuti." (Q.S. Al-Ahzab: 37)
Oleh alasannya yakni itu, pastilah setiap nabi dan rasul mempunyai sifat amanah supaya hati insan merasa damai mempercayai keselamatan dan terpeliharanya wahyu serta percaya bahwa semua yang disampaikan mereka benar-benar dari Allah SWT. Maha benar Allah yang telah berfirman:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
Artinya:
"Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur-an) berdasarkan kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (Q.S. An-Najm: 3-4)
Artinya:
"Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan bila tidak kau kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kau tidak memberikan amanat-Nya. Allah memelihara kau dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kfr." (Q.S. Al-Maidah:67)
3. Tabligh (Menyampaikan)
Sifat ini hanya dikhususkan bagi para rasul. Yang dimaksudkan dengan tabligh yakni kiprah para rasul untuk memberikan hukum-hukum Allah dan memberikan wahyu yang diturunkan kepada mereka dari langit.
Oleh alasannya yakni itu, tidak ada sedikit pun wahyu Allah yang mereka sembunyikan meskipun dalam penyampaiannya itu, mereka menghadapi risiko dan tantangan dari orang-orang jahat dan durhaka.
Oleh alasannya yakni itu, tidak ada sedikit pun wahyu Allah yang mereka sembunyikan meskipun dalam penyampaiannya itu, mereka menghadapi risiko dan tantangan dari orang-orang jahat dan durhaka.
Al-Qur'an merekam perkataan Nabi Nuh a.s. sebagai berikut:
قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي ضَلَالَةٌ وَلَٰكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ . أُبَلِّغُكُمْ رِسَالَاتِ رَبِّي وَأَنْصَحُ لَكُمْ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Artinya:
"Nuh menjawab, "Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikit pun, tetapi saya yakni utusan dari Tuhan semesta alam. Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan saya memberi nasehat kepadamu, dan saya mengetahui dari Allah, apa yang tidak kami ketahui." (Q.S. Al-A'raaf:79)
Mengenai Nabi Syu'aib a.s., Al-Qur'an juga menceritakan:
فَتَوَلَّىٰ عَنْهُمْ وَقَالَ يَا قَوْمِ لَقَدْ أَبْلَغْتُكُمْ رِسَالَاتِ رَبِّي وَنَصَحْتُ لَكُمْ ۖ فَكَيْفَ آسَىٰ عَلَىٰ قَوْمٍ كَافِرِينَ
Artinya:
"Maka Syu'aib meninggalkan mereka seraya berkata. "Hai kaumku, tolong-menolong saya telah memberikan kepada mu amanat-amanat Tuhanku dan saya telah memberi nasehat kepadamu. Maka bagaimana saya akan bersedih hati terhadap orang-orang yang kfr?" (Q.S. Al.A'raaf:93)
Demikianlah, kita dapati semua kisah pada rasul dalam Al-Qur'an. Semua rasul mengumumkan secara tegas dan terang bahwa mereka telah memberikan risalah (amanat) Allah dan telah memperlihatkan nasehat kepada umatnya. Rasul terakhir, Muhammad SAW. pun diperintahkan oleh Allah untuk memberikan risalah-Nya. Allah SWT. berfirman:
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ ۖ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ ۚ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
"Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan bila tidak kau kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kau tidak memberikan amanat-Nya. Allah memelihara kau dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kfr." (Q.S. Al-Maidah:67)
Kaprikornus setiap rasul dibebani kiprah memberikan dakwah (seruan) dan risalah. Tidak mungkin ada seorang pun dari mereka yang menambah atau mengurangi satu karakter pun dari apa yang diturunkan kepadanya.
Jika dia melaksanakan hal itu berarti dia telah menentang perintah Allah dan mengkhianati amanat yang dipikulkan diatas pundaknya. Karena itulah, kita dapati sebagian surat atau ayat-ayat Al-Qur'an yang diawali dengan kata-kata (Katakanlah) yang diperintahkan kepada Nabi Muhammad SAW. agar memberikan kepada umatnya. Maka disampaikan lah apa yang diturunkan itu oleh ia tanpa dikurangi atau ditambah.
4. Al-Fathanah (cerdas)
Setiap Nabi yang diutus oleh Allah pasti mempunyai kecerdasan yang tinggi, pikiran yang tepat dan lurus, cerdik dan cendikia. Marilah kita perhatikan firman Allah SWT. dalam menyikapi kekasih-Nya, Ibrahim a.s.:
وَلَقَدْ آتَيْنَا إِبْرَاهِيمَ رُشْدَهُ مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا بِهِ عَالِمِينَ
Artinya:
"Dan tolong-menolong telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan yakni Kami mengetahui (keadaan) nya." (Q.S. Al-Anbiya: 51) Marilah kita perhatikan obrolan yang terjadi antara nabi Ibrahim a.s. dengan kaum nya yang musyrik. Dari obrolan ini akan kita lihat betapa cerdas dan cendekianya beliau. Firman Allah dalam surat Al-Anbiya ayat 58-67 mengisahkan sebagai berikut:
فَجَعَلَهُمْ جُذَاذًا إِلَّا كَبِيرًا لَهُمْ لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ . قَالُوا مَنْ فَعَلَ هَٰذَا بِآلِهَتِنَا إِنَّهُ لَمِنَ الظَّالِمِينَ . قَالُوا سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ . قَالُوا فَأْتُوا بِهِ عَلَىٰ أَعْيُنِ النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَشْهَدُونَ . قَالُوا أَأَنْتَ فَعَلْتَ هَٰذَا بِآلِهَتِنَا يَا إِبْرَاهِيمُ . قَالَ بَلْ فَعَلَهُ كَبِيرُهُمْ هَٰذَا فَاسْأَلُوهُمْ إِنْ كَانُوا يَنْطِقُونَ فَرَجَعُوا إِلَىٰ أَنْفُسِهِمْ فَقَالُوا إِنَّكُمْ أَنْتُمُ الظَّالِمُونَ . ثُمَّ نُكِسُوا عَلَىٰ رُءُوسِهِمْ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا هَٰؤُلَاءِ يَنْطِقُونَ . قَالَ أَفَتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكُمْ شَيْئًا وَلَا يَضُرُّكُمْ . أُفٍّ لَكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ ۖ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Artinya:
"Maka Ibrahim menciptakan berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; supaya mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata: "Siapakah yang melaksanakan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, tolong-menolong dia termasuk orang-orang yang zalim". Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang cowok yang mencela berhala-berhala ini yang berjulukan Ibrahim". Mereka berkata: "(Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang sanggup dilihat orang banyak, supaya mereka menyaksikan". Mereka bertanya: "Apakah kamu, yang melaksanakan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?". Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, bila mereka sanggup berbicara". Maka mereka telah kembali kepada kesadaran dan kemudian berkata: "Sesungguhnya kau sekalian yakni orang-orang yang menganiaya (diri sendiri)", kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata): "Sesungguhnya kau (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak sanggup berbicara". Ibrahim berkata: Maka mengapakah kau menyembah selain Allah sesuatu yang tidak sanggup memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kamu?" Ah (celakalah) kau dan apa yang kau sembah selain Allah. Maka apakah kau tidak memahami?" Ini merupakan kecerdikan dan kecerdasan (intelektualitas) yang tinggi yang tampak dalam diri nabi Ibrahim a.s. Dihancurkannya berhala-berhala dengan tangannya kemudian dikalungkannya kapak di leher berhala yang paling besar. Berhala itu akan dipakai sebagai alasan untuk mematahkan argumentasi kaumnya yang musyrik.
Ketika kaumnya membawa dia ke pengadilan dan mengemukakan pertanyaan kepadanya ihwal siapa yang menghancurkan berhala-berhala sesembahan itu, Ibrahim menjawab, "Bukan saya yang melakukannya tetapi berhala yang paling besar yang kau anggap sebagai Tuhan Yang maha agung itulah yang melakukannya alasannya yakni ia tidak rela berhala-berhala lain disembah bersamanya. Kalau tidak percaya tanyakan lah hal ini kepada berhala-berhala itu."
Perkataannya telah mengenai target yang tepat. Dipertahankannya argumentasi ia dan disadarkannya budi mereka sesudah mereka bergelimang dalam kebodohan. Demikianlah logika para nabi.
5. As-Salamah Minal U'yubi Munaffirah (Selamat dari Cacat yang Menyebabkan Orang Lain Lari darinya)
Ini merupakan keistimewaan para nabi yang mulia. Mereka mustahil menyandang cacat mental dan jasmani sehingga orang lain menjauhinya atau tidak mengikutinya dan mendengarkan dakwahnya.
Misalnya, menyerupai penyakit sopak dan kusta atau penyakit-penyakit lain yang menjadikan orang lain lari darinya. Semua itu mustahil terjadi pada diri seorang rasul.
Misalnya, menyerupai penyakit sopak dan kusta atau penyakit-penyakit lain yang menjadikan orang lain lari darinya. Semua itu mustahil terjadi pada diri seorang rasul.
Memang, para rasul yakni insan biasa yang menghadapi problem sebagaimana layaknya manusia. Tetapi Allah SWT. melindungi mereka dari cacat dan penyakit yang menjijikan yang menjadikan orang lain lari menjauhinya.
Adapun dongeng yang menyampaikan bahwa Nabi Ayub a.s. pernah ditimpa penyakit yang sangat berat (sehingga tubuhnya membusuk dan keluar ulat dan istrinya membenci dan menjauhinya), ini semua hanya kebatilan dan kebohongan dari cerita-cerita Israilliyat (Yhdi).
Yang demikian itu bertentangan dengan sifat-sifat seorang nabi. Al-Qur'an pun tidak menyebutkan sedikitpun mengenai problem ini kepada kita. Yang ada dalam Al-Quran hanya keterangan bahwa ia ditimpa penyakit lantas ia berdoa memohon kepada Rabbnya sesudah penyakit tersebut dirasakannya berat dan membahayakan, kemudian Allah SWT. melenyapkan penyakit dan kesusahan yang menimpa itu. Firman Allah SWT.:
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ . فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَكَشَفْنَا مَا بِهِ مِنْ ضُرٍّ ۖ وَآتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَذِكْرَىٰ لِلْعَابِدِينَ
Artinya:
"dan (ingatlah kisah) Ayub, dikala ia menyeru Tuhannya: "(Ya Tuhanku), tolong-menolong saya telah ditimpa penyakit dan Engkau yakni Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang". Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, kemudian Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah." (Q.S. Al-Anbiya: 83-84)6. Al-Ishmah (Terpelihara dari dosa-dosa)
Diantara keistimewaan nabi yakni dijauhkannya mereka dari harapan untuk melaksanakan maksiat dan mengikuti kehendak hawa nafsu. Mereka juga dijauhkan dari segala sikap dan sikap yang sanggup menurunkan harkat dan martabatnya.
Mereka yakni orang-orang yang paling mulia akhlaknya, paling higienis amalannya, paling suci jiwanya, dan paling harum perjalanan hidupnya, alasannya yakni mereka yakni pemimpin dan teladan bagi insan dan kemanusiaan.
Karena itulah Allah memerintahkan insan untuk mengikuti mereka, mencontoh adat mereka menempuh jalan hidup sebagaimana yang ditempuh mereka. Mereka terpelihara dari dosa-dosa.
Karena itulah Allah memerintahkan insan untuk mengikuti mereka, mencontoh adat mereka menempuh jalan hidup sebagaimana yang ditempuh mereka. Mereka terpelihara dari dosa-dosa.
Nah itulah enam sifat yang dimiliki para Nabi dan Rasul yang patut kita teladani, semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan anda.