Sejarah Lengkap Pemberontakan Di/Tii Di Indonesia
Pemberontakan Darul Islam (DI) atau Tentara Islam Indonesia pernah terjadi di lima tempat Indonesia antara lain di Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
Seperti apa kronologinya? Silahkan simak cerita sejarahnya berikut ini.
Pada tanggal 7 Agustus 1949, di Tasikmalaya ia memproklamasikan berdirinya "Negara Islam Indonesia".
Untuk menumpas pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dilancarkan operasi Baratayudha dengan strategi pagar betis.
Pada tanggal 4 Juni 1962, Kartosuwiryo berhasil di tangkap di Gunung Geber di tempat Majalaya, Jawa Barat oleh pasukan Siliwangi, Kartosuwiryo kesannya dieksekusi mati pada tanggal 16 Agustus 1962.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah di bawah pimpinan Amir Fatah bergerak di tempat Brebes, Tegal, dan Pekalongan.
Setelah bergabung dengan Kartosuwiryo, Amir Fatah lalu diangkat sebagai "Komandan Pertempuran Jawa Tengah" dengan pangkat "Mayor Jenderal Islam Indonesia".
Untuk menghancurkan gerombolan DI/TII ini pada bulan Januari 1950 dibuat suatu Komando Operasi yang dinamakan Gerakan Banteng Negara (GBN).
Kekuatan DI/TII di tempat GBN semula sudah hampir sanggup dipatahkan, namun menjadi berpengaruh lagi sesudah bergabungnya sia-sia AUI, Batalyon 426, dan MMC.
Untuk menumpas gerakan DI/TII di tempat GBN dilancarkan operasi yang dilakukan oleh pasukan khusus dengan nama Banteng Raiders.
Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar alias Haderi bin Umar alias Angli.
Dengan pasukannya yang dinamakan Kesatuan Rakyat Yang Tertindas (KRYT), Ibnu Hajar mulai bulan Oktober 1950 melaksanakan tindakan-tindakan pengacauan dengan menyerang pos-pos keamanan tentara di Kalimantan Selatan.
Pemerintah masih memberi kesempatan pada Ibnu Hajar secara baik-baik untuk menghentikan petualangannya.
Ia pernah menyerahkan diri dengan kekuatan pasukan beberapa peleton dan diterima kembali ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia, tetapi sesudah mendapatkan perlengkapan Ibnu Hajar melarikan diri lagi melanjutkan pemberontakannya.
Perubahan tersebut dilakukan beberapa kali, kesannya pemerintah mengambil tindakan tegas menggempur gerakan Ibnu Hajar.
Pada kesannya pada selesai tahun 1959, pasukan pemberontak Ibnu Hajar berhasil dihancurkan dan Ibnu hajar sendiri sanggup ditangkap.
Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Muzakar, yang selama usaha kemerdekaan berjuang di Pulau Jawa.
Sekembalinya di Sulawesi Selatan, Kahar Muzakar berhasil menghimpun dan memimpin laskar-laskar gerilya yang lalu bergabung dalam Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS).
Pada tanggal 30 April 1950 Kahar Muzakar mengirim surat kepada pemerintah dan pimpinan APRIS yang antara lain menuntut supaya semua KGSS dimasukkan ke dalam APRIS dengan nama Brigade Hasanuddin.
Tuntutan ini tidak sepenuhnya dikabulkan, yang sanggup diterima jadi anggota APRIS hanyalah yang lulus dalam penyaringan.
Pemerintah mengambil budi dengan menyalurkan bekas-bekas gerilyawan ke dalam Korps Cadangan Nasional.
Pendekatan yang dilakukan pemerintah terhadap Ibnu Hazar mendapatkan kegagalan.
Untuk menumpas pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan ini, pemerintah melaksanakan serangkaian operasi militer.
Dalam operasi tanggal 3 Februari 1965 yang dilakukan oleh pasukan TNI, Kahar Muzakar berhasil ditembak mati.
Pemberontakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Daud Beureueh. Latar belakangnya yaitu rasa kekhawatiran akan hilangnya kedudukan dan perasaan kecewa sebab diturunkannya kedudukan Aceh dari tempat istimewa menjadi karesidenan di bawah Provinsi Sumatra Utara yang ditetapkan pemerintah tahun 1950.
Pada tanggal 21 September 1953 Daud Beureueh mengeluarkan maklumat yang menyatakan bahwa Aceh merupakan potongan "Negara Islam Indonesia" pimpinan Kartosuwiryo.
Daud Beureueh sebagai tokoh utama dan bekas Gubernur Militer Daerah spesial Aceh gampang untuk mencari pengikut, maka sesudah pernyataan maklumat tersebut segera diadakan gerakan serentak untuk menguasai kota-kota yang ada di Aceh.
Penyelesaian selesai untuk menghadapi DI/TII di Aceh dilakukan dengan cara musyawarah yang disebut Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh yang berlangsung pada tanggal 17-28 Desember 1962 atas prakarsa Pangdam I Kolonel M. Jasin.
Dengan kembalinya Daud Beureueh ke masyarakat, keamanan di tempat Aceh pulih kembali.
Nah itu lah Sejarah wacana Pemberontakan DI/TII yang pernah terjadi di Indonesia, semoga pembahasan ini sanggup menambah wawasan dan membantu teman-teman untuk memudahkan pembelajaran.
Seperti apa kronologinya? Silahkan simak cerita sejarahnya berikut ini.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat (7 Agustus 1949)
Pemberontakan DI/TII muncul pertama kali di Jawa Barat di bawah pimpinan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo.Pada tanggal 7 Agustus 1949, di Tasikmalaya ia memproklamasikan berdirinya "Negara Islam Indonesia".
Untuk menumpas pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dilancarkan operasi Baratayudha dengan strategi pagar betis.
Pada tanggal 4 Juni 1962, Kartosuwiryo berhasil di tangkap di Gunung Geber di tempat Majalaya, Jawa Barat oleh pasukan Siliwangi, Kartosuwiryo kesannya dieksekusi mati pada tanggal 16 Agustus 1962.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah (4 Desember 1951)
Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah di bawah pimpinan Amir Fatah bergerak di tempat Brebes, Tegal, dan Pekalongan.
Setelah bergabung dengan Kartosuwiryo, Amir Fatah lalu diangkat sebagai "Komandan Pertempuran Jawa Tengah" dengan pangkat "Mayor Jenderal Islam Indonesia".
Untuk menghancurkan gerombolan DI/TII ini pada bulan Januari 1950 dibuat suatu Komando Operasi yang dinamakan Gerakan Banteng Negara (GBN).
Kekuatan DI/TII di tempat GBN semula sudah hampir sanggup dipatahkan, namun menjadi berpengaruh lagi sesudah bergabungnya sia-sia AUI, Batalyon 426, dan MMC.
Untuk menumpas gerakan DI/TII di tempat GBN dilancarkan operasi yang dilakukan oleh pasukan khusus dengan nama Banteng Raiders.
Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan (10 Oktober 1950)
Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar alias Haderi bin Umar alias Angli.
Dengan pasukannya yang dinamakan Kesatuan Rakyat Yang Tertindas (KRYT), Ibnu Hajar mulai bulan Oktober 1950 melaksanakan tindakan-tindakan pengacauan dengan menyerang pos-pos keamanan tentara di Kalimantan Selatan.
Pemerintah masih memberi kesempatan pada Ibnu Hajar secara baik-baik untuk menghentikan petualangannya.
Ia pernah menyerahkan diri dengan kekuatan pasukan beberapa peleton dan diterima kembali ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia, tetapi sesudah mendapatkan perlengkapan Ibnu Hajar melarikan diri lagi melanjutkan pemberontakannya.
Perubahan tersebut dilakukan beberapa kali, kesannya pemerintah mengambil tindakan tegas menggempur gerakan Ibnu Hajar.
Pada kesannya pada selesai tahun 1959, pasukan pemberontak Ibnu Hajar berhasil dihancurkan dan Ibnu hajar sendiri sanggup ditangkap.
Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan (17 Agustus 1951)
Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Muzakar, yang selama usaha kemerdekaan berjuang di Pulau Jawa.
Sekembalinya di Sulawesi Selatan, Kahar Muzakar berhasil menghimpun dan memimpin laskar-laskar gerilya yang lalu bergabung dalam Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS).
Pada tanggal 30 April 1950 Kahar Muzakar mengirim surat kepada pemerintah dan pimpinan APRIS yang antara lain menuntut supaya semua KGSS dimasukkan ke dalam APRIS dengan nama Brigade Hasanuddin.
Tuntutan ini tidak sepenuhnya dikabulkan, yang sanggup diterima jadi anggota APRIS hanyalah yang lulus dalam penyaringan.
Pemerintah mengambil budi dengan menyalurkan bekas-bekas gerilyawan ke dalam Korps Cadangan Nasional.
Pendekatan yang dilakukan pemerintah terhadap Ibnu Hazar mendapatkan kegagalan.
Untuk menumpas pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan ini, pemerintah melaksanakan serangkaian operasi militer.
Dalam operasi tanggal 3 Februari 1965 yang dilakukan oleh pasukan TNI, Kahar Muzakar berhasil ditembak mati.
Pemberontakan DI/TII di Aceh (21 September 1953)
Pemberontakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Daud Beureueh. Latar belakangnya yaitu rasa kekhawatiran akan hilangnya kedudukan dan perasaan kecewa sebab diturunkannya kedudukan Aceh dari tempat istimewa menjadi karesidenan di bawah Provinsi Sumatra Utara yang ditetapkan pemerintah tahun 1950.
Pada tanggal 21 September 1953 Daud Beureueh mengeluarkan maklumat yang menyatakan bahwa Aceh merupakan potongan "Negara Islam Indonesia" pimpinan Kartosuwiryo.
Daud Beureueh sebagai tokoh utama dan bekas Gubernur Militer Daerah spesial Aceh gampang untuk mencari pengikut, maka sesudah pernyataan maklumat tersebut segera diadakan gerakan serentak untuk menguasai kota-kota yang ada di Aceh.
Penyelesaian selesai untuk menghadapi DI/TII di Aceh dilakukan dengan cara musyawarah yang disebut Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh yang berlangsung pada tanggal 17-28 Desember 1962 atas prakarsa Pangdam I Kolonel M. Jasin.
Dengan kembalinya Daud Beureueh ke masyarakat, keamanan di tempat Aceh pulih kembali.
Nah itu lah Sejarah wacana Pemberontakan DI/TII yang pernah terjadi di Indonesia, semoga pembahasan ini sanggup menambah wawasan dan membantu teman-teman untuk memudahkan pembelajaran.